Hukum Seputar Qurban

Oleh : M. Shiddiq Al Jawi
Pengertian Qurban
Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) -yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbânan (mashdar).Artinya, mendekati atau menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972). Dalam bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan bentuk jamaknya al-adhâhi. Kata ini diambil dari kata dhuhâ, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Hukum Qurban
Qurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata,”Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji.” (Matdawam, 1984)
Sebagian mujtahidin -seperti Abu Hanifah, Al Laits, Al Auza’i, dan sebagian pengikut Imam Malik- mengatakan qurban hukumnya wajib. Tapi pendapat ini dhaif (lemah) (Matdawam, 1984).
Ukuran “mampu” berqurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan shadaqah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) -yaitu sandang, pangan, dan papan– dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Jika seseorang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dia terbebas dari menjalankan sunnah qurban (Al Jabari, 1994) .
Dasar kesunnahan qurban antara lain, firman Allah SWT :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikan (kerjakan) shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” (TQS Al Kautsar : 2).
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.”(HR.At-Tirmidzi)
“Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.” (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah. Firman Allah SWT yang berbunyi “wanhar” (dan berqurbanlah kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul fi’li). Sedang hadits At Tirmidzi,“umirtu bi an nahri wa huwa sunnatun lakum” (aku diperintahkan untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni “kutiba ‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum” (telah diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah bahwa thalabul fi’li yang ada tidak bersifat jazim (keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi, qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW, dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa’i et.al., Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh. Sabda Nabi SAW:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi “fa laa yaqrabanna musholaanaa” (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampu– untuk mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm syanii’) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram (lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. Barangsiapa yang bernadzar untuk kemaksiatan kepada Allah, maka janganlah ia tidak melaksanakannya.” (HR al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi).
Qurban juga menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,”Ini milik Allah,” atau “Ini binatang qurban.” (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
Keutamaan Qurban
Berqurban merupakan amal yang paling dicintai Allah SWT pada saat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ
“Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya Qurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih qurban.” (HR. At Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Berdasarkan hadits itu Imam Ahmad bin Hambal, Abuz Zanad, dan Ibnu Taimiyah berpendapat,”Menyembelih hewan pada hari raya Qurban, aqiqah (setelah mendapat anak), dan hadyu (ketika haji), lebih utama daripada shadaqah yang nilainya sama.” (Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi SAW :

يا فاطمة قومي فاشهدي اضحيتك فانه يغفر لك باول قطرة تقطر من من دمها كل ذنب عملته
“Hai Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan…” (HR al-Baihaqi, lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/165)
Waktu dan Tempat Qurban
a.Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul Adh-ha. Sabda Nabi SAW:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa menyembelih qurban sebelum sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya (berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam.” (HR. Bukhari)
Sabda Nabi SAW :

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari, bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama (Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10 Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah, sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi kaum muslimin di seluruh dunia.
b.Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR. Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).

Hewan Qurban
a.Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah : unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994). Allah SWT berfirman:
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“…supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan ternak (bahimatul an’am) yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul an’aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing, bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan dengan sapi.
b.Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
c.Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua, sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
d.Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat, dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi, qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa’i et.al, 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak dibenarkan berkurban dengan hewan :

yang nyata-nyata buta sebelah,
yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
yang nyata-nyata pincang jalannya,
yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
yang tidak ada sebagian tanduknya,
yang tidak ada sebagian kupingnya,
yang terpotong hidungnya,
yang pendek ekornya (karena terpotong/putus),
yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).

Hewan yang dikebiri boleh dijadikan qurban. Sebab Rasulullah pernah berkurban dengan dua ekor kibasy yang gemuk, bertanduk, dan telah dikebiri (al maujuu’ain) (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (Abdurrahman, 1990)
Qurban Sendiri dan Patungan
Seekor kambing berlaku untuk satu orang. Tak ada qurban patungan (berserikat) untuk satu ekor kambing. Sedangkan seekor unta atau sapi, boleh patungan untuk tujuh orang (HR. Muslim). Lebih utama, satu orang berqurban satu ekor unta atau sapi.
Jika murid-murid sebuah sekolah, atau para anggota sebuah jamaah pengajian iuran uang lalu dibelikan kambing, dapatkah dianggap telah berqurban ? Menurut pemahaman kami, belum dapat dikategorikan qurban, tapi hanya latihan qurban. Sembelihannya sah, jika memenuhi syarat-syarat penyembelihan, namun tidak mendapat pahala qurban. Wallahu a’lam. Lebih baik, pihak sekolah atau pimpinan pengajian mencari siapa yang kaya dan mampu berqurban, lalu dari merekalah hewan qurban berasal, bukan berasal dari iuran semua murid tanpa memandang kaya dan miskin. Islam sangat adil, sebab orang yang tidak mampu memang tidak dipaksa untuk berqurban.
Perlu ditambahkan, bahwa dalam satu keluarga (rumah), bagaimana pun besarnya keluarga itu, dianjurkan ada seorang yang berkurban dengan seekor kambing. Itu sudah memadai dan syiar Islam telah ditegakkan, meskipun yang mendapat pahala hanya satu orang, yaitu yang berkurban itu sendiri. Hadits Nabi SAW:

إِنَّ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةً
“Dianjurkan bagi setiap keluarga dalam setiap tahun menyembelih qurban.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasa`i, dan Ibnu Majah)
Teknis Penyembelihan
Teknis penyembelihan adalah sebagai berikut :
Hewan yang akan dikurbankan dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke arah kiblat, diiringi dengan membaca doa “Robbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim.” (Artinya : Ya Tuhan kami, terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
Penyembelih meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
Penyembelih melakukan penyembelihan, sambil membaca : “Bismillaahi Allaahu akbar.”(Artinya : Dengan nama Allah, Allah Maha Besar). (Dapat pula ditambah bacaan shalawat atas Nabi SAW. Para penonton pun dapat turut memeriahkan dengan gema takbir “Allahu akbar!”)
Kemudian penyembelih membaca doa kabul (doa supaya qurban diterima Allah) yaitu :“Allahumma minka wa ilayka. Allahumma taqabbal min …” (sebut nama orang yang berkurban). (Artinya : Ya Allah, ini adalah dari-Mu dan akan kembali kepada-Mu. Ya Allah, terimalah dari…. ) (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984; Rifa’i et.al., 1978; Rasjid, 1990)
Penyembelihan, yang afdhol dilakukan oleh yang berqurban itu sendiri, sekali pun dia seorang perempuan. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain, dan sunnah yang berqurban menyaksikan penyembelihan itu (Matdawam, 1984; Al Jabari, 1994).
Dalam penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan, yaitu :
Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani), menurut mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih.Telah diterangkan sebelumnya.
Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri. Penyembelihan wajib memutuskan hulqum (saluran nafas) dan mari` (saluran makanan). (Mahmud Yunus, 1936)
Pemanfaatan Daging Qurban
Sesudah hewan disembelih, sebaiknya penanganan hewan qurban (pengulitan dan pemotongan) baru dilakukan setelah hewan diyakini telah mati. Hukumnya makruh menguliti hewan sebelum nafasnya habis dan aliran darahnya berhenti (Al Jabari, 1994). Dari segi fakta, hewan yang sudah disembelih tapi belum mati, otot-ototnya sedang berkontraksi karena stress. Jika dalam kondisi demikian dilakukan pengulitan dan pemotongan, dagingnya akan alot alias tidak empuk. Sedang hewan yang sudah mati otot-ototnya akan mengalami relaksasi sehingga dagingnya akan empuk.
Setelah penanganan hewan qurban selesai, bagaimana pemanfaatan daging hewan qurban tersebut ? Ketentuannya, disunnahkan bagi orang yang berqurban, untuk memakan daging qurban, dan menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, dan menghadiahkan kepada karib kerabat. Nabi SAW bersabda :

فَكُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُو
“Makanlah daging qurban itu, dan berikanlah kepada fakir-miskin, dan simpanlah.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi, hadits shahih)
Berdasarkan hadits itu, pemanfaatan daging qurban dilakukan menjadi tiga bagian/cara, yaitu : makanlah, berikanlah kepada fakir miskin, dan simpanlah. Namun pembagian ini sifatnya tidak wajib, tapi mubah (lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq, 1987).
Orang yang berqurban, disunnahkan turut memakan daging qurbannya sesuai hadits di atas. Boleh pula mengambil seluruhnya untuk dirinya sendiri. Jika diberikan semua kepada fakir-miskin, menurut Imam Al Ghazali, lebih baik. Dianjurkan pula untuk menyimpan untuk diri sendiri, atau untuk keluarga, tetangga, dan teman karib (Al Jabari, 1994; Rifa’i et.al, 1978).
Akan tetapi jika daging qurban sebagai nadzar, maka wajib diberikan semua kepada fakir-miskin dan yang berqurban diharamkan memakannya, atau menjualnya (Ad Dimasyqi, 1993; Matdawam, 1984)
Pembagian daging qurban kepada fakir dan miskin, boleh dilakukan hingga di luar desa/ tempat dari tempat penyembelihan (Al Jabari, 1994).
Bolehkah memberikan daging qurban kepada non-muslim ? Ibnu Qudamah (mazhab Hambali) dan yang lainnya (Al Hasan dan Abu Tsaur, dan segolongan ulama Hanafiyah) mengatakan boleh. Namun menurut Imam Malik dan Al Laits, lebih utama diberikan kepada muslim (Al Jabari, 1994).
Penyembelih (jagal), tidak boleh diberi upah dari qurban. Kalau mau memberi upah, hendaklah berasal dari orang yang berqurban dan bukan dari qurban (Abdurrahman, 1990). Hal itu sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Ali bin Abi Thalib RA :
وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَازِرَ مِنْهَا شَيْئًا
“…(Rasulullah memerintahkan kepadaku) untuk tidak memberikan kepada penyembelih sesuatu daripadanya (hewan qurban).” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al Jabari, 1994)
Tapi jika jagal termasuk orang fakir atau miskin, dia berhak diberi daging qurban. Namun pemberian ini bukan upah karena dia jagal, melainkan sedekah karena dia miskin atau fakir (Al Jabari, 19984).
Menjual kulit hewan adalah haram, demikianlah pendapat jumhur ulama (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid I/352). Dalilnya sabda Nabi SAW:

وَلَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا
“Dan janganlah kalian menjual daging hadyu (qurban orang haji) dan daging qurban. Makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, dan jangan kamu menjualnya…” HR. Ahmad) (Matdawam, 1984).
Sebagian ulama seperti segolongan penganut mazhab Hanafi, Al Hasan, dan Al Auza’i membolehkannya. Tapi pendapat yang lebih kuat, dan berhati-hati (ihtiyath), adalah janganlah orang yang berqurban menjual kulit hewan qurban. Imam Ahmad bin Hambal sampai berkata,”Subhanallah ! Bagaimana harus menjual kulit hewan qurban, padahal ia telah dijadikan sebagai milik Allah ?” (Al Jabari, 1994).
Kulit hewan dapat dihibahkan atau disedekahkan kepada orang fakir dan miskin. Jika kemudian orang fakir dan miskin itu menjualnya, hukumnya boleh. Sebab -menurut pemahaman kami– larangan menjual kulit hewan qurban tertuju kepada orang yang berqurban saja, tidak mencakup orang fakir atau miskin yang diberi sedekah kulit hewan oleh orang yang berqurban. Dapat juga kulit hewan itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama, misalnya dibuat alas duduk dan sajadah di masjid, kaligrafi Islami, dan sebagainya.
Penutup
Kami ingin menutup risalah sederhana ini, dengan sebuah amanah penting : hendaklah orang yang berqurban melaksanakan qurban karena Allah semata. Jadi niatnya haruslah ikhlas lillahi ta’ala, yang lahir dari ketaqwaan yang mendalam dalam dada kita. Bukan berqurban karena riya` agar dipuji-puji sebagai orang kaya, orang dermawan, atau politisi yang peduli rakyat, dan sebagainya. Sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT adalah taqwa kita, bukan daging dan darah qurban kita. Allah SWT berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan daripada kamulah yang mencapainya.” (TQS Al Hajj : 37) [ ]

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1990. Hukum Qurban, ‘Aqiqah, dan Sembelihan. Cetakan Pertama. Bandung : Sinar Baru. 52 hal.
Ad Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman Asy Syafi’i. 1993. Rohmatul Ummah (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil A`immah). Terjemahan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Rodliyah. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 554 hal.
Al Jabari, Abdul Muta’al. 1994. Cara Berkurban (Al Udh-hiyah Ahkamuha wa Falsafatuha At Tarbawiyah). Terjemahan oleh Ainul Haris. Cetakan Pertama. Jakarta : Gema Insani Press. 83 hal.
Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al Mu’jam Al Wasith. Kairo : Tanpa Penerbit. 547 hal.
Ash Shan’ani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. Juz IV. Bandung : Maktabah Dahlan.
Ibnu Khalil, ‘Atha`. 2000. Taysir Al Wushul Ila Al Ushul. Cetakan Ketiga. Beirut : Darul Ummah. 310 hal.
Ibnu Rusyd. 1995. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Beirut : Daarul Fikr. 404 hal.
Matdawam, M. Noor. 1984. Pelaksanaan Qurban dalam Hukum Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Yayasan Bina Karier. 41 hal.
Rasjid, H.Sulaiman. 1990. Fiqh Islam. Cetakan Keduapuluhtiga. Bandung : Sinar Baru. 468 hal.
Rifa’i, Moh. et.al. 1978. Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar. Semarang : Toha Putra 468 hal.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah). Jilid 13. Cetakan Kedelapan. Terjemahan oleh Kamaluddin A. Marzuki. Bandung : Al Ma’arif. 229 hal
Yunus, Mahmud. 1936. Al Fiqh Al Wadhih. Juz III. Jakarta : Maktabah Sa’adiyah Putera. 48 hal.
(http://www.globalmuslim.web.id/2011/11/hukum-seputar-qurban.html)

Mengapa Kaum Yahudi memusuhi Jibril a.s ?

Para Ulama menyebutkan tiga alasan mengapa kaum Yahudi memusuhi malaikat Jibril a.s.

Pertama, karena Jibril memindahkan risalah wahyu dari mereka kepada yang lain.Mereka beranggapan bahwa mereka memiliki legitimasi syar’I untuk mendapatkan risalah dan bahwa ia tidak akan diturunkan kepada selain mereka.Oleh karena itulah mereka murka dan memusuhinya.

Kedua,karena Jibril a.s turun untuk membumihanguskan dan membinasakan. Apabila Allah SWT hendak menghancurkan suatu umat, maka Allah akan mengirim Jibril kepada mereka. Dia mempunyi enam ratus sayap.

Sebagai contoh, Jibril a.s telah membumihanguskan negeri negeri Kaum Nabi Luth a.s dan semuanya berjumlah empat negeri. Didalamnya terdapat 400 ribu jiwa. Ada juga yang mengatakan bahwa jumlahnya 800ribu jiwa.

Jibril mengangkatnya keudara di langit hingga para malaikat mendengarkan lolongan anjing dan kokokan ayam jantan mereka. Kemudian dia menjatuhkannya dengan menghadapkan permukaan (atas) negeri itu ke bumi.

Kaum Yahudi juga mengatakan “Jibril a.s tidak sama dengan Mikail a.s yang datang membawa tumbuh tumbuhan, air hujan, serta pertolongan dengan penuh kasih sayang dan ketenteraman.

Ketiga, karena Jibril telah menyingkap berbagai kedustaan dan kebohongan besar Kaum Yahudi dan memberitahukan kebatilan kebatilan yang mereka lakukan. Dia juga memberitahu Rasulullah SAW bahwa mereka telah mengubah kitab suci mereka (Taurat) dan membunuh para Nabi a.s.

Adapun surat yang pertama kali menyebutkan kebusukan dan kekejian “saudara babi dan kera” (Bani Israel) adalah surat Al Baqarah. Orang yang membaca surat ini dengan cara mentadabburinya akan mengira kalau surat ini berbicara tentang Bani Israel.

Sebagai seorang mukmin, kita harus mengetahui sifat dan karakteristik musuh bebuyutan yang gemar melakukan tindakan makar dan kejahatan tersebut, karena ini adalah senjata yang paling ampuh dalam mengingatkan seorang muslim dan kaum mukminin mengenai konspirasi jahat mereka sekarang ini yang tidak akan berubah dari dahulu kala, dan juga akan menyingkap berbagai konspirasi jahat dan tindakan makar mereka yang picik dan busuk.

Hal ini akan menjadikan seorang mukmin bertambah yakin kepada Allah dan kepada islam. Allah SWT berfirman “Dan demikianlah Kami menerangkan ayat-ayat Al Qur’an(supaya jelas jalan orang orang yang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang orang yang berdosa. (QS Al An’am ayat 55).

Oleh sebab itu,orang yang mengenali kehidupan jahiliyah atau perilaku orang orang yang durjana dan jahat, niscaya akan menjadi orang yang antusias dalam memeluk dan membela Islam. Tidak demikian halnya dengan orang yang hanya mengenal Islam tanpa mengenal kejahiliyahan.

Amirul Mukminin Umar bin Al Khattab r.a berkata “Sesungguhnya ikatan kejayaan islam akan pudar satu persatu jika dalam Islam muncul generasi yang tidak mengenal apa itu jahiliyah”

Dana para sahabat adalah generasi yang keimanan mereka paling kokoh dan mantap, karena mereka mengetahui perilaku dan kerusakan jahiliyah.

Bolehkah Mengamalkan Hizib dan Berazimat ?

Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenanya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

‘Berdoalah kamu, niscya Aku akan mengabulkannya untukmu. (QS al-Mu’min: 60)

Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah:

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:” كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ

Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ”Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (HR Muslim [4079]).

Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:

Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Apabila salah satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut.” Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).

Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat, misalnya:

عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ

Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “’Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR Ahmad [3385]).

Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan:

“Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya.” (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181)

lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.

A-Marruzi berkata, ”Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu’awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas).” Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, “Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil.” Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya), dst.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah wal Minah al-Mar’iyyah, juz II hal 307-310)

Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.

1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW

2. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.

3. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja.” (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).

KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember

Sumber http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=15555

Khutbah Rasulullah SAW tentang Dajjal

Dari Abi Umamah Al-Bahiliy, beliau berkata: “Rasululah s.a.w telah berkhutbah di hadapan kami. Dalam khutbahnya itu Baginda banyak menyentuh masalah Dajjal. Baginda telah bersabda: “Sesungguhnya tidak ada fitnah (kerosakan) di muka bumi yang paling hebat selain daripada fitnah yang dibawa oleh Dajjal. Setiap Nabi yang diutus oleh Allah SWT ada mengingatkan kaumnya tentang Dajjal. Aku adalah nabi yang terakhir sedangkan kamu adalah umat yang terakhir. Dajjal itu tidak mustahil datang pada generasi (angkatan) kamu. Seandainya dia datang sedangkan aku masih ada di tengah-tengah kamu, maka aku adalah sebagai pembela bagi setiap mukmin. Kalau dia datang sesudah kematianku, maka setiap orang menjaga dirinya. Dan sebenarnya Allah SWT akan menjaga orang-orang mukmin.
“Dajjal itu akan datang nanti dari satu tempat antara Syam dan Irak.
Dan mempengaruhi manusia dengan begitu cepat sekali. Wahai hamba Allah, wahai manusia, tetaplah kamu. Di sini akan saya terangkan kepada kamu ciri-ciri Dajjal, yang belum diterangkan oleh nabi-nabi sebelumku kepada umatnya.
“Pada mulanya nanti Dajjal itu mengaku dirinya sebagai nabi. Ingatlah, tidak ada lagi nabi sesudah aku. Setelah itu nanti dia mengaku sebagai Tuhan. Ingatlah bahawa Tuhan yang benar tidak mungkin kamu lihat sebelum kamu mati. Dajjal itu cacat matanya sedangkan Allah SWT tidak cacat, bahkan tidak sama dengan baharu. Dan juga di antara dua mata Dajjal itu tertulis KAFIR, yang dapat dibaca oleh setiap mukmin yang pandai membaca atau buta huruf.
“Di antara fitnah Dajjal itu juga dia membawa syurga dan neraka. Nerakanya itu sebenarnya syurganya sedangkan syurganya itu neraka, yakni panas. Sesiapa di antara kamu yang disiksanya dengan nerakanya, hendaklah dia meminta pertolongan kepada Allah dan hendaklah dia membaca pangkal surah Al-Kahfi, maka nerakanya itu akan sejuk sebagaimana api yang membakar Nabi Ibrahim itu menjadi sejuk.
“Di antara tipu dayanya itu juga dia berkata kepada orang Arab: “Seandainya aku sanggup menghidupkan ayah atau ibumu yang sudah lama meninggal dunia itu, apakah engkau mengaku aku sebagai Tuhanmu?” Orang Arab itu akan berkata: “Tentu.” Maka syaitan pun datang menyamar seperti ayah atau ibunya. Rupanya sama, sifat-sifatnya sama dan suaranya pun sama. Ibu bapanya berkata kepadanya: “Wahai anakku, ikutilah dia, sesungguhnya dialah Tuhanmu.”
“Di antara tipu dayanya juga dia tipu seseorang, yakni dia bunuh dan dia belah dua. Setelah itu dia katakan kepada orang ramai: “Lihatlah apa yang akan kulakukan terhadap hambaku ini, sekarang akan kuhidupkan dia semula. Dengan izin Allah orang mati tadi hidup semula. Kemudian Laknatullah Alaih itu bertanya: “Siapa Tuhanmu?” Orang yang dia bunuh itu, yang kebetulan orang beriman, menjawab: “Tuhanku adalah Allah, sedangkan engkau adalah musuh Allah.”
Orang itu bererti lulus dalam ujian Allah dan dia termasuk orang yang paling tinggi darjatnya di syurga.”
Kata Rasulullah s.a.w lagi: “Di antara tipu dayanya juga dia suruh langit supaya menurunkan hujan tiba-tiba hujan pun turun. Dia suruh bumi supaya mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya tiba-tiba tumbuh. Dan termasuk ujian yang paling berat bagi manusia, Dajjal itu datang ke perkampungan orang-orang baik dan mereka tidak me-ngakunya sebagai Tuhan, maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman dan ternakan mereka tidak menjadi.
“Dajjal itu datang ke tempat orang-orang yang percaya kepadanya dan penduduk kampung itu mengakunya sebagai Tuhan. Disebabkan yang demikian hujan turun di tempat mereka dan tanam-tanaman mereka pun menjadi.
“Tidak ada kampung atau daerah di dunia ini yang tidak didatangi Dajjal kecuali Makkah dan Madinah. Kedua-dua kota itu tidak dapat ditembusi oleh Dajjal kerana dikawal oleh Malaikat. Dia hanya berani menginjak pinggiran Makkah dan Madinah. Namun demikian ketika Dajjal datang ke pergunungan di luar kota Madinah, kota Madinah bergoncang seperti gempa bumi. Ketika itu orang-orang munafik kepanasan seperti cacing dan tidak tahan lagi tinggal di Madinah. Mereka keluar dan pergi bergabung dengan orang-orang yang sudah menjadi pengikut Dajjal. Inilah yang dikatakan hari pembersihan kota Madinah.
Dalam hadis yang lain, “di antara fitnah atau tipu daya yang dibawanya itu, Dajjal itu lalu di satu tempat kemudian mereka mendustakannya (tidak beriman kepadanya), maka disebabkan yang demikian itu tanam-tanaman mereka tidak menjadi dan hujan pun tidak turun di daerah mereka. Kemudian dia lalu di satu tempat mengajak mereka supaya beriman kepadanya. Mereka pun beriman kepadanya. Maka disebabkan yang demikian itu Dajjal menyuruh langit supaya menurunkan hujannya dan menyuruh bumi supaya menumbuhkan tumbuh-tumbuhannya. Maka mereka mudah mendapatkan air dan tanam-tanaman mereka subur.”
Dari Anas bin Malik, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Menjelang turunnya Dajjal ada tahun-tahun tipu daya, iaitu tahun orang-orang pendusta dipercayai orang dan orang jujur tidak dipercayai. Orang yang tidak amanah dipercayai dan orang amanah tidak dipercayai.”
Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w ada bersabda: “Bumi yang paling baik adalah Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal nanti ia dikawal oleh malaikat. Dajjal tidak sanggup memasuki Madinah. Pada waktu datangnya Dajjal (di luar Madinah), kota Madinah bergegar tiga kali. Orang-orang munafik yang ada di Madinah (lelaki atau perempuan) bagaikan cacing kepanasan kemudian mereka keluar meninggalkan Madinah. Kaum wanita adalah yang paling banyak lari ketika itu.
Itulah yang dikatakan hari pembersihan. Madinah membersihkan kotorannya seperti tukang besi membersihkan karat-karat besi.”
Diriwayatkan oleh Ahmad, hadis yang diterima dari Aisyah r.a. mengatakan: “Pernah satu hari Rasulullah s.a.w masuk ke rumahku ketika aku sedang menangis. Melihat saya menangis beliau bertanya: “Mengapa menangis?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, engkau telah menceritakan Dajjal, maka saya takut mendengarnya.”
Rasulullah s.a.w berkata: “Seandainya Dajjal datang pada waktu aku masih hidup, maka aku akan menjaga kamu dari gangguannya. Kalau dia datang setelah kematianku, maka Tuhan kamu tidak buta dan cacat.”
Dari Jabir bin Abdullah, katanya Rasulullah s.a.w bersabda: “Dajjal muncul pada waktu orang tidak berpegang kepada agama dan jahil tentang agama. Pada zaman Dajjal ada empat puluh hari, yang mana satu hari terasa bagaikan setahun, ada satu hari yang terasa bagaikan sebulan, ada satu hari yang terasa satu minggu, kemudian hari-hari berikutnya seperti hari biasa.”
Ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tentang hari yang terasa satu tahun itu, apakah boleh kami solat lima waktu juga?” Rasulullah s.a.w menjawab: “Ukurlah berapa jarak solat yang lima waktu itu.”
Menurut riwayat Dajjal itu nanti akan berkata: “Akulah Tuhan sekalian alam, dan matahari ini berjalan dengan izinku. Apakah kamu bermaksud menahannya?” Katanya sambil ditahannya matahari itu, sehingga satu hari lamanya menjadi satu minggu atau satu bulan.
Setelah dia tunjukkan kehebatannya menahan matahari itu, dia berkata kepada manusia: “Sekarang apakah kamu ingin supaya matahari itu berjalan?” Mereka semua menjawab: “Ya, kami ingin.” Maka dia tunjukkan lagi kehebatannya dengan menjadikan satu hari begitu cepat berjalan.
Menurut riwayat Muslim, Rasulullah s.a.w bersabda: “Akan keluarlah Dajjal kepada umatku dan dia akan hidup di tengah-tengah mereka selama empat puluh. Saya sendiri pun tidak pasti apakah empat puluh hari, empat puluh bulan atau empat puluh tahun. Kemudian Allah SWT mengutus Isa bin Maryam yang rupanya seolah-olah Urwah bin Mas’ud dan kemudian membunuh Dajjal itu.”
Dan menurut ceritanya setelah munculnya Dajjal hampir semua penduduk dunia menjadi kafir, yakni beriman kepada Dajjal. Menurut ceritanya orang yang tetap dalam iman hanya tinggal 12,000 lelaki dan 7,000 kaum wanita. Wallahu A’lam.
Dipetik Dari Buku: Menunggu Kedatangan Imam Mahdi, Dajjal & Nabi Isa.
Pengarang: Abdul Latif Asyur.

Qarin Malaikat Bukan Khadam

“Tidaklah setiap orang dari kalian kecuali telah diberikan kepadanya qarin dari jin dan qarin dari malaikat. ‘Para shahabat bertanya, ‘Dan untukmu Wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Untukku juga, hanya Allah telah menolongku, sehingga (qarinku) masuk Islam, dan tidak menyuruhku kecuali kepada kebaikan’.” (HR. Muslim)

Seorang ulama’ yang bernama DR. Umar Sulaiman al-Asyqar berkata, “Yang dimaksud dengan qarin malaikat pada hadits ini bukanlah malaikat yang bertugas menjaga dan mencatat amal manusia. Allah menugasi qarin malaikat ini untuk mengarahkannya kepada petunjuk dan kebaikan. Qarin menusia yang dari malaikat memotivasi dan mengarahkannya kepada kebaikan, sedangkan qarin jin memprovokasi dan menggiringya kepada keburukan.” (Kitab ‘Alamul Malaikatil Abrar: 48)

Qarin atau patner yang selalu menyertai manusia mengemban tugas khusus dari Allah, sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam riwayat lain, “Sesungguhnya syetan itu punya bisikan untuk anak Adam sebagaimana malaikat juga punya bisikan. Adapun bisikan syetan adalah mengajak kepada keburukan dan mendustakan yang haq (benar). Sedangkan bisikan malaikat adalah mengajak kepada kebaikan dan membenarkan yang haq. Barangsiapa yang mendapati dalam dirinya ajakan kebaikan, maka ketahuilah bahwa itu datangnya dari Allah, hendaklah ia memuji Allah (baca Alhamdulillah). Tapi kalau dia mendapati yang lain (ajakan keburukan), maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk (baca Isti’adzah). Lalu beliau membaca ayat 268 dari surat al-Baqarah, “Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu bebuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) dan Maha Mengetahui.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).

Qarin malaikat dan qarin jin senantiasa berkompetisi untuk mempengaruhi anak manusia. Keduanya, satu dengan lainnya tidak mau ketinggalan atau kedahuluan. Keduanya akan hadir saat menusia hendak tidur di pembaringannya. Qarin malaikat menginginkan manusia agar menutup aktifitas keseharianya dengan kebaikan, sedangkan qarin syetan menginginkan penutup yang buruk. Begitu juga ketika manusia bangun dari tidurnya. Qarin dari malaikat mengajak manusia untuk membuka dengan kabaikan, sedangkan qarin jin mengajaknya untuk membuka dengan keburukan.

Rasulullah SAW menjelaskan kompetisi itu dalam hadits yang berasal dari Jabir bin Abdullah, “Apabila manusia berbaring di pembaringanya (mau tidur), malaikat dan syetan segera menghampirinya. Malaikat membisikkan, ‘Akhiri dengan kebaikan’. Sedangkan syetan membisikkan, ‘Akhiri dengan keburukan’. Apabila ia menyebut nama Allah (berdo’a) sampai tertidur, maka malaikat mengusir syetan. Dan (syetan) akan bermalam seraya menyesali (kekalahannya).” (HR. lbnu Hibban, Hakim dan dishahihkan adz-Dzahabi). Fenomena kompetisi itu akan terulang lagi saat manusia terbangun dari tidurnya. Maka dari itu janganlah lupa untuk selalu berdo’a di saat hendak tidur dan juga saat terbangun dari tidur.

Dengan demikian, apabila ada orang yangmelakukan ritual yang aneh-aneh atau menyimpang, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah, lalu datang sosok ghaib menghampirinya atau merasuk ke dalam dirinya, bisa dipastikan bahwa sosok itu bukanlah malaikat. Kalau bukan malaikat, berarti iin atau syetan. Walaupun ia melihat sosok yang datang itu berpakaian putih-putih, berjubah panjang atau bersorban rapi. Karena jin bisa menyerupai sosok siapa saja, selain sosok Rasulullah SAW.

Ada seorang Tim Ruqyah Majalah Ghoib yang menerapi seorang pasien. Sebelum dilakukan terapi, pasien itu bercerita kalau dirinya pernah mengamalkan amalan yang berasal dari seorang yang mempunyai pesantren. Apabila amalan itu diamalkan, maka akan ada malaikat yang datang dan bersedia untuk menjadi khadamnya. Amalan itu adalah membaca sulat al-Jin setiap habis shalat lima waktu selama 3 bulan berturut-turut. Sewaktu terapi dimulai dengan membaca surat al-Fatihah, pasien itu langsung menjerit kesakitan dan mengaku sebagai malaikat Jibril. Sang Ustadz menyanggahnya bahwa dia bukan malaikat Jibril, tapi jin dzalim. Ketika dibacakan surat ash-Shaffat, jeritannya lebih kencang. Sampai akhirnya ia minta ampun atas kebohongannya. Lalu ia mengaku sebagai seorang kyai yang sudah lama meninggal. Ustadz Pun menyanggahnya, “Kamu pembohong besar”, lalu ustadz tersebut melantunkan empat ayat terakhir dari surat al-Hasyr. Jin itu teriak-teriak kesakitan, lalu dia mengaku jin yang datang saat pasien mengamalkan amalan, dan ia juga berjanji untuk segera keluar. Dan si pasien pun siuman kembali, alhamdulillah.

Ada juga yang beranggapan bahwa dengan amalan tertentu, malaikat yang dijadikan Allah sebagai qarin manusia bisa dijadikan khadam atau pelayan pribadi. ltulah anggapan salah yang banyak diyakini oleh masyarakat. Dan itulah argumentasi naif yang sering dipakai oleh orang yang mengaku sakti, dan ia mengklaim kesaktiannya itu berasal dari khadam malaikat, bukan jin. Lalu ia membaginya ke orang lain dengan memasang tarif atau mas kawin. Atau ia berusaha mewariskan kesaktiannya kepada siapa saja yang ingin berguru kepadanya atau menjadi muridnya. Karena ia mengklaim bahwa khadamnya malaikat, maka banyak orang yang tidak ragu lagi untuk memiliki, mempelajari dan mewarisi ilmu tersebut.

Bahkan khasiat yang ditawarkan pun beragam, ada yang dikatakan sebagai khadam penarik dana ghaib, pelindung dan perisai diri dari kejahatan, penolak bencana, membentengi diri dari gangguan sihir dan jin. Mengobati berbagai macam penyakit, memudahkan jodoh, menjadikan kulit kebal senjata tajam, dan lain sebagainya.

Sekali lagi kami tegaskan di sini, bahwa malaikat itu adalah tentara Allah yang hanya tunduk kepada Allah. Malaikat sangat disiplin untuk menunaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim : 6).

Kalau begitu siapa lagi yang datang ke orang yang melakukan ritual menyimpang, kalau bukan jin jahat atau syetan laknat. Karena qarin manusia yang berasal dari malaikat punya tugas khusus, dan ia bukanlah khadam manusia.

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah
Sumber : Majalah Ghoib Edisi 45/3

Sunnah-sunnah yang Mulai Ditinggalkan

Pertama, me-ruqyah diri sendiri dan keluarga

Menurut Aisyah, ‘Rasulullah meniupkan badannya dengan bacaan al-muawwidzat (surat al-Falaq dan surat an-Nas) di saat sakit yang membawanya kepada kematian. Ketika sakitnya makin parah, aku sendiri yang meniupkan ke tubuhnya dengan bacaan tersebut, dan aku mengusapkan badannya dengan tangan beliau sendiri untuk mendapatkan keberkahan’ (Hadits, riwayat Bukhari)

Kedua, berdoa ketika memakai pakaian baru

Menurut Said al-Khudri, ‘Jika Rasulullah mendapatkan pakaian baru, maka beliau memberi nama terhadap pakaian tersebut, apakah pakaian itu berupa ‘imamah (sorban yang melilit di kepala), baju, atau selendang. Lalu beliau berkata, ‘Ya Allah, segala puji untuk-Mu. Engkau-lah yang memakaikan aku dengan pakaian ini. Aku memohon kepada-Mu kebaikan pakaian ini dan kebaikan dari tujuan pembuatannya. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan pakaian ini dan keburukan dari tujuan pembuatannya’ (Hadits, riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Ketiga, mengucapkan salam kepada semua orang Islam termasuk anak kecil

Menurut riwayat Abdullah bin Amr, ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah tentang ajaran Islam yang paling baik. Rasulullah menjawab, ‘Engkau memberi makan kepada orang lain, membacakan salam kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal’ (Hadits, riwayat Muslim)

Menurut riwayat Anas, Rasulullah melewati sekelompok anak kecil, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka (Hadits, riwayat Muslim)

Keempat, berwudhu sebelum mandi janabah (mandi hadats besar)

Menurut riwayat Aisyah, jika Rasulullah mandi janabah, beliau memulainya dengan mencuci tangannya, lalu berwudhu, lalu memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu dengan jari-jarinya itu beliau menyela-nyela pangkal rambutnya, lalu menyiramkan air ke atas kepalanya, lalu menyiramkannya ke seluruh kulitnya (Hadits, riwayat Bukhari)

Kelima, mengucapkan amin dengan keras di belakang imam

Menurut riwayat Abu Hurayrah, Rasulullah bersabda, ‘Jika imam mengucapkan amin, maka kalian ucapkan juga amin. Barangsiapa yang ucapan amin-nya bersamaan dengan ucapan amin malaikat, maka dosanya yang lalu diampuni Allah’ (Hadits, riwayat Bukhari dan Muslim).

Para generasi salaf (terdahulu) terbiasa mengeraskan suara amin mereka sampai-sampai masjid menjadi bergema.

Keenam, mengeraskan zikir setelah shalat

Dalam kitab Shahih dinyatakan bahwa orang-orang mengeraskan suara mereka dengan zikir setelah selesai shalat, dan kebiasaan ini sudah terjadi pada zaman Rasulullah.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah berkata, ‘Dianjurkan mengeraskan bacaan tasbih, tahmid, dan takbir setelah selesai shalat’.

Ini adalah sunnah yang terputus (ditinggalkan) pada kebanyakan masjid setelah imam mengucapkan salam, karena para jamaah shalat tidak mengeraskan membaca zikir-zikir yang telah dicontohkan Rasulullah.

Ketujuh, membuat sutrah (pembatas) ketika shalat

Menurut riwayat Abu Said al-Khudri, Rasulullah bersabda, ‘Jika kalian shalat, hendaknya ia shalat menghadap sutrah (pembatas) dan mendekat kepadanya. Jangan biarkan seorangpun melintasi pembatas itu. Jika ada yang melintasi, maka tolaklah ia, karena sesungguhnya ia adalah syetan’ (Hadits, riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Menurut riwayat Abdullah bin Umar, Rasulullah mendirikan jariyah (budak)-nya, lalu shalat menghadapinya’ (Hadits, riwayat Bukhari)

Kedelapan, mengikuti (menjawab) azan mu’azin

Abdullah bin Amr mendengar bahwa Rasulullah bersabda, ‘Jika kalian mendengar suara muazin mengumandangkan azan, maka katakanlah seperti yang ia katakan, lalu (setelah selesai azan) ucapkan shalawat kepadaku, karena barangsiapa yang mengucapkan satu kali shalawat kepadaku maka Allah akan ber-shalawat kepadanya sebanyak 10 kali. Setelah itu, mintalah kepada Allah untukku al-wasilah, karena itu adalah suatu tempat di surga yang tidak akan diberikan kecuali kepada hamba Allah. Dan aku berharap akulah orang yang mendapatkannya. Barangsiapa yang memintakan untukku al-wasilah, maka ia berhak mendapatkan syafaatku’ (Hadits, riwayat Muslim)

Kesembilan, berlomba-lomba dalam mengumandangkan azan, bersegera menuju shalat, dan berada di shaf (barisan) paling depan

Menurut riwayat Abu Hurayrah, Rasulullah bersabda, ‘Seandainya manusia tahu keutamaan mengumandangkan azan dan berada di shaf terdepan, lalu mereka tidak mendapatkan peluang itu kecuali dengan melakukan undian, niscaya mereka akan melakukan undian itu. Seandainya manusia tahu tentang keutamaan bersegera menuju shalat di masjid, niscaya mereka akan saling berlomba-lomba. Seandainya manusia tahu tentang keutamaan shalat Isya dan Shubuh berjamaah di masjid, niscaya mereka mendatanginya meskipun dengan cara merangkak’ (Hadits, riwayat Bukhari dan Muslim)

Kesepuluh, mengibaskan tempat tidur ketika akan tidur

Menurut riwayat Abu Hurayrah, Rasulullah bersabda, ‘Jika kalian mendatangi tempat tidur, hendaknya ia mengambil bagian dalam (ujung) sarungnya lalu mengibaskan tempat tidurnya dengan sarung itu, kemudian menyebut nama Allah, karena tak seorangpun tahu apa yang terjadi setelah ia meninggalkan tempat tidurnya. Jika ia berbaring, hendaknya ia berbaring dengan sisi kanan sambil berkata, ‘Maha Suci Engkau wahai Tuhanku. Dengan-Mu aku baringkan dan aku angkat pinggangku. Jika Engkau menahan nyawaku (ketika tidur) maka ampunilah aku. Jika engkau melepaskan nyawaku (yaitu bangun tidur) maka jagalah nyawaku dengan apa yang telah Engkau jaga terhadap hamba-hamba-Mu yang shalih’ (Hadits, riwayat Muslim)

Kesebelas, segera tidur malam (tidak begadang)

Jika ada keperluan penting, seperti mempelajari ilmu, mengobati orang sakit, dan sebagainya, maka dibolehkan tidak segera tidur malam. Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah tidak menyukai tidur sebelum melakukan shalat Isya dan tidak menyukai banyak mengobrol (begadang) sesudah melakukan shalat Isya.

Diterjemahkan dari:

Abdul Malik al-Qasim, Durus al-Am, (Riyadh: Dar al-Qasim, 2000).
(http://bangaziem.wordpress.com/)

Hikmah Turunnya Nabi Isa pada Akhir Zaman

Salah satu tanda akan terjadinya kiamat besar adalah turunnya Nabi Isa alayhissalam dari langit ke bumi. Sebagian orang menganggap Nabi Isa sudah wafat. Yang benar adalah beliau diangkat oleh Allah ke langit, bersama ruh dan badannya. Dengan demikian, beliau masih hidup di langit dan akan turun pada akhir zaman. Ini adalah salah satu keyakinan mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Hadits-hadits yang membicarakan turunnya Nabi Isa pada akhir zaman sangat banyak. Menurut Ibnu Katsir lebih dari 18 hadits. Mayoritas haditsnya mutawatir, karena lebih dari 25 orang sahabat meriwayatkannya, lebih dari 30 orang tabi‘in meriwayatkannya, dan lebih banyak lagi dari kalangan tabi‘ at-tabi‘in. Sehingga tidak mengherankan hadits-hadits tentang turunnya Nabi Isa disebutkan imam-imam hadits dalam kitab-kitab hadits mereka.

Ada orang alim dari India yang mengumpulkan hadits-hadits itu dalam satu buku. Namanya Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri, yang menuliskannya dalam karyanya at-Tashrih bi Ma Tawatir fi Nuzul al-Masih.

Mengapa Allah swt. menurunkan Nabi Isa pada akhir zaman? Beberapa ulama menyebutkan hikmahnya, antara lain:

Pertama, sebagai bentuk sanggahan terhadap orang-orang Yahudi yang menduga bahwa mereka telah membunuh Isa. Maka Allah menjelaskan kebohongan dugaan mereka, bahkan Nabi Isa sendiri yang akan membunuh orang-orang Yahudi dan gembong mereka yang bernama Dajjal.

Kedua, sebagai bentuk sanggahan kepada orang-orang Nashrani yang telah menyifatinya dengan sifat-sifat yang tidak benar, seperti bahwa Isa adalah Tuhan dan anak Tuhan. Nabi Isa akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan memberlakukan jizyah (upeti terhadap non-Muslim).

Ketiga, Nabi Isa membaca Injil yang di dalamnya ada berita tentang keistimewaan ummat Muhammad saw. Oleh karena itu, beliau berdoa kepada Allah agar menjadikannya salah satu ummat Muhammad. Allah mengabulkan doanya dengan mengangkatnya ke langit, dan pada akhir zaman akan diturunkan kembali ke bumi. Ayat yang dibaca Isa dalam Injil adalah sebagaimana yang dijelaskan al-Quran surat al-Fath ayat 29,

‘…Demikianlah sifat-sifat mereka (ummat Muhammad) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, sehingga tunas itu membuat tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas akarnya…’

Imam Malik rahimahullah berkata, ‘Telah sampai informasi kepadaku bahwa ketika orang-orang Nashrani melihat sahabat-sahabat Rasul yang berhasil menguasai negeri Syam, mereka berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya mereka lebih baik dari al-Hawariyyin (para sahabat Nabi Isa)’.’

Bahkan, Imam adz-Dzahabi dalam karyanya Tajrid Asma’ al-Shahabah berkata, ‘Isa bin Maryam adalah seorang Nabi sekaligus sahabat Rasulullah, karena beliau pernah melihat Rasulullah pada malam Isra, lalu beliau mengucapkan salam kepada Rasulullah. Beliau adalah sahabat Rasulullah yang matinya paling akhir’.

Keempat, turunnya Nabi Isa ke bumi adalah menandakan bahwa ajalnya sudah dekat dan akan dikuburkan di bumi, karena makhluk yang tercipta dari tanah akan kembali ke tanah.

Kelima, sebagai bentuk penghormatan bahwa Rasulullah lebih mulia dibanding dirinya. Bahkan Nabi Isa pernah berkata kepada para ummatnya bahwa akan datang seorang Rasul sesudahnya. Dalam al-Quran, perkataan Nabi Isa itu terdapat dalam surat as-Shaff ayat 6,

‘Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata, ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)…’

Lalu, ketika Nabi Isa turun ke bumi, apakah beliau membawa agama baru? Jawabnya: beliau turun tidak membawa agama baru, karena Islam adalah agama paling akhir dan tidak ada Nabi setelah Muhammad saw. Nabi Isa turun untuk menjadi pengikut umat Muhammad saw, menjadi hakim (pemimpin) yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi, memberlakukan upeti (jizyah) terhadap non-Muslim, dan meluruskan umat untuk kembali kepada ajaran-ajaran Islam.
(http://bangaziem.wordpress.com/)

Keris

Keris merupakan suatu hasil olah budaya yang penyebarannya cukup luas, di hampir seluruh daerah Nusantara dikenal keris. Ada Keris yang berasal dari Makassar, Keris Melayu, Keris Bali, dan sebagainya, serta tentu saja Keris Jawa. Di Malaysia dan Bruneipun dapat ditemukan keris. Bahkan Moebirman (dalam buku “Keris Senjata Pusaka”) menyatakan: “.., hanya senjata keris yang merupakan senjata kesatuan budaya Indonesia, dan terdapat hampir di seluruh pelosok kepulauan Nusantara kita”.  Dalam tulisan ini coba kita telaah mengenai asal-usul keris pada umumnya dan asal-usul keris di Jawa pada khususnya, bersumberkan dari beberapa kitab dan serat kuno. Di dalamnya selain menceritakan mengenai asal-usul keris juga di lengkapi dengan teknik pembuatannya.   Di kaki G. Lawu di Jawa Tengah terdapat peningalan candi pada jaman dulu yang dikenal sebagai Candi Sukuh. Pada relief di dindingnya tergambar kegiatan seorang penempa besi sedang melakukan pekerjaannya. Disitu terpahat seseorang yang sedang menjalankan ububan (pengempa) api. Ububan api diperlukan untuk menjaga panas api tetap stabil dalam tungku, agar dalam proses penempaan dan peleburan besi bahan baku dapat dikerjakan dengan sempurna.  Kemudian pada panel dinding disebelahnya tampak seseorang yang sedang menempa sebilah keris. Pada meja kerjanya tampak berbagai peralatan yang digunakan pada masa itu seperti: martil, paron (tempat menempa besi yang membara) dsb. Candi Sukuh sendiri didirikan dalam periode 1359-1360 Caka atau 1437-1438 Masehi.  Merunut peninggalan dari masa yang lebih silam lagi, di daerah Klaten ditemukan arca yang diperkirakan berasal dari abad VIII. Arca ini menampilkan Dewi Durga bertangan delapan, yang salah satu tangannya memegang sebilah keris dengan bilah lurus (dapur bener).  Namun dari beberapa kitab, Empu yang tercatat sebagai empu tertua dan sampai sekarang anak turunnya masih mengerjakan pekerjaan seperti nenek moyangnya adalah Empu Ramadhi, di beberapa kitab disebut dengan nama Empu Ramayadi. Dipercaya Empu Ramadhi membuat keris pertama pada tahun 152 Caka atau 230 Masehi.  Empu Ramayadi hidup pada jaman Sang Prabu Sri Maha Dewa Buda menguasai tanah Jawa. Beberapa hasil karya beliau: Cakra, Nenggala, Kunta, Trisula, Limpung, Sarotama, dan yang berbentuk keris Pasopati. Keris Pasopati banyak dipercaya orang  merupakan senjata yang sangat ampuh dan memiliki perbawa yang luar biasa. Apabila digunakan berperang maka musuh yang tersenggol atau tergores saja akan menjemput kematian. Bila dimasukkan kedalam warangkanya (sarung keris) dan dipakai, si pemakai akan disegani oleh siapa saja dan kata-katanya dipatuhi karena wibawanya yang luar biasa.  Bila kita simak nama-nama dari senjata buatan Empu Ramadhi tampak nama-nama senjata yang tak asing di dunia pewayangan. Seperti Senjata Cakra yang merupakan senjata dari Prabu Kresna yang merupakan titisan Betara Wisnu. Senjata Kunta yang merupakan senjata andalan yang sangat ampuh milik Karna. Tampaknya terdapat apresiasi dan penghargaan yang sangat tinggi terhadap karya Empuempu pembuat keris hingga hasil karyanya dipersonifikasikan dengan senjata-senjata ampuh yang ada di dunia pewayangan.  Dalam membuat keris, Empu Ramadhi sama sekali tidak menggunakan tungku perapian, martil, batuasah, dan berbagai alat bantu lain. Dengan kekuatan batin spiritualnya bahan baku keris yang terdiri dari berbagai macam jenis logam yang teramat keras, dengan mudahnya hanya dikepal-kepal memakai tangan. Kemudian dipukul-pukul dengan sisi tangan untuk memipihkannya, sebagai batu landasan digunakan paha dan lutut kaki, dan dipijit-pijit menggunakan jari untuk menyempurnakan bentuk. Agar campuran logam bahan baku keris melebur dan bersenyawa secara sempurna, maka bahan tersebut dipanasi dengan hanya menggunakan tiupan nafas. Pada tahapan ‘finishing’, yaitu menghaluskan permukaan dan mengasah sisi dan ujung keris supaya menjadi senjata yang sangat tajam digunakan air ludah dan dijilati memakai lidah.  Sungguh suatu ‘demonstrasi’ kekuatan batin luar biasa, dan hal ini dipercaya benar-benar terjadi oleh sebagian besar orang, khususnya orang Jawa.  Namun Raffles dalam “History of Java” menyatakan bahwa keris berasal dari semenanjung  Malaya, dan kemudian dikenalkan kepada bala tentara Majapahit yang kemudian membawa keahlian membuat keris tersebut ke Jawa. Kurun masa terjadinya  sewaktu terjadi penaklukan Majapahit di beberapa daerah Malaya di sekitar abad ke-14.  Tetapi banyak ahli sejarah yang menentangnya, karena jauh sebelum terjadi penaklukan sebagian semenanjung Malaya oleh Majapahit, keris Majapahit sudah sangat terkenal di seantero Nusantara sebagai senjata penakluk. Keris Majaphit memiliki beberapa ciri khas yaitu: Dapur Bener (lurus tidak berliku-liku), berbentuk seperti daun bambu memanjang dengan bilah keris berserta hulunya ditempa menjadi satu kesatuan. Hulunya biasanya berbentuk orang atau denawa (raksasa) dalam sikap duduk jongkok. Beberapa jenis gagang lain menggambarkan burung Garuda, juga ada beberapa yang menggambarkan bentuk seperti kera tetapi hampir semuanya bersikap duduk jongkok. Sisa-sisa peninggalan keris gaya Majapahit ini dapat dilihat pada keris Bali masa sekarang, yaitu gagangnya biasanya merupakan ukiran orang, raksasa, kera, Garuda Wisnu, atau tokoh-tokoh dalam mitologi Hindu lainnya.  Tetapi bila melihat kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam mengolah logam, kita harus menengok jauh kebelakang di abad sebelum Masehi. Di banyak daerah di Indonesia tidak hanya di P. Jawa banyak ditemukan peningalan Zaman Perunggu. Seperti di P. Rote ditemukan kapak perunggu dan Nekara (dandang/kendang perunggu untuk upacara), bahkan di Papua di daerah Sentani pernah ditemukan kapak perunggu.  Banyak para ahli yang percaya, keris merupakan interaksi budaya dari banyak sumber, dari bumi Indonesia sendiri telah memiliki teknologi pengolahan logam yang amat tinggi. Sementara pada saat yang hampir sama terdapat kebudayaan perunggu Dongson yang melakukan migrasi dari daerah di sekitar Yunnan, Siam, dan Vietnam sekarang, melayari Sungai Mekhong ke selatan dan mencapai Teluk Siam. Cukup banyak orang mempercayai, sebagian dari kelompok ini melanjutkan perjalanan ke selatan dan mencapai bibir pantai Nusantara. Disinilah mereka menetap dan membangun kebudayaannya sendiri. Padahal kita ketahui pulau-pulau utama di Nusantara khususnya P. Jawa sudah ditempati oleh penduduk asli. Beberapa ahli menerangkan penduduk asli ini terdesak ke pedalaman, namun sebagian yang lain menyatakan terjadi interaksi, yang akhirnya menurunkan suku-suku yang dikenal sekarang ini.  Kembali ke teknologi pengolahan logam, di belahan dunia lain yaitu di Asia Barat, berkembang teknologi pengolahan dan peleburan besi yang digunakan untuk membuat berbagai senjata. Karena pengolahannya dan gambaran permukaan dari senjata yang dibikin sangat khas, maka disebut pengolahan besi gaya Damaskus. Hasil gaya Damaskus ini sangat mirip dengan pamor yang ada di Jawa, yaitu terdapat alur-alur di permukaan bilahnya.Apapun pendapat orang masih terbuka lebar penelitian yang lebih mendalam mengenai asal-usul keris yang sesungguhnya, tapi yang pasti hanya di Jawa catatan mengenai keris dan pembuatnya tertata paling rapi dilengkapi dengan kronologisnya.  
Ditulis oleh : Anggarajaya